Islam
adalah agama yang mencintai keindahan dan mendambakan terwujudnya
keteraturandan harmoni dalam berbagai hal. Inilah sebenarnya hakikat islam yang
pernah diterangi Nabi saw. Dalam sebuah sabdanya, “Sesungguhnya Allah Maha indah; mencintai keindahan”(HR. Muslim
dalam Kitab al-Iman,102).
Seni pada
hakikatnya adalah kreasi-kreasi keindahan yang tak pernah di tentang Islam.
Namun demikian, tampaknya harus segera ditegaskan bahwa Islam memang lebih
memprioritaskan prinsip moralitas dari
sekadar prinsip keindahan. Dengan kata lain, kreasi-kreasi artistik dan estetik
harus dikaitkan dengan, dan berada di bawah kendali, etika dan moral. Inilah
sebenarnya sikap dasar Islam terhadap berbagai bentuk kesenian. Standar islam
dalam menilai berbagai karya seni sebenarnya dapat diformulasikan dalam sebuah
kaidah: “Seni yang baik adalah baik, seni yang buruk adalah buruk”.
Al-Qur’an
melalui ayat-ayatnya cukup banyak kerap kali mengajak pembacanya untuk
memerhatikan keindahan alam raya dengan segala keteraturan dan keserasiannya.
Alam raya adalah kreasi Sang Mahaindah, Alam raya memang lebih dari sekedar
pesona keindahan yang menimbulkan decak kagum mereka yang mengamatinya.
Jika
demikian halnya perintah al-Qur’an untuk mengamati keindahan alam menjadi
mustahil bila Islam di anggap memusuhi keindahan karya-karya seni dan kesenian.
Islam sama sekali tidak menolak karya-karya seni dan kreasi-kreasi kesenian
yang luhur. Yang ditolak oleh Islam adalah karya-karya seni picisan yang rendah
lagi amoral.
Jelas
kiranya bahwa tak ada alasan bagi Islam untuk menolak suatu karya seni yang
menimbulkan kedamaian pikiran, mengasah kelembutan hati, serta melatih
sensitivitas perasaan. Tetapi seni yang keluar dari tujuan luhurnya, yang
sengaja membangkitkan selera rendah birahi manusia, adalah suatu karya
destruktif yang akan meluluhlantakkan kehidupan dan bangunan peradaban umat
manusia. Karya-karya yang berselera rendah dan amoral sebenarnya sebenarnya
tidak layak disebut sebagai seni, tetapi lebih tepat disebut sebagai kejahilan
hedonistik yang harus ditolak.
Musik dan Lagu
Musik
dan lagu yang diaransemen dengan baik, lirik yang baik, nada yang asyik dengan
dukungan karakter vocal yang kuat dan
merdu, tentuk tidak akan ditolak oleh Islam, selama musik dan lagu itu
mengindahkan prinsip-prinsip kepatutan dan moralitas. Nabi Muhammad Saw, pernah
memuji suara merdu Abu Musa al-‘Asy’ari yang tengah menyenandungkan ayat-ayat
Al-Qur’an. Nabi juga memilih mereka yang bersuara nyaring dan merdu untuk mengumandangkan
azan. Bahkan Nabi Saw, pernah mendengar suara genderang ditabuh dan seruling
mendayu-dayu tanpa merasa sungkan. Suatu ketika, di hari raya, Abu bakar
menyaksikan putrinya yang juga menjadu istri Nabi, Aisyah, tengah mendengarkan
sahaya perempuannya bernyanyi sambil diiringi tabuhan gendang. Menyaksikan hal
itu, Abu Bakar melarang Aisyah mendengarkan nyanyian dua sahayanya itu. Namun
Nabi Saw, menolak keberatan Abu Bakar itu seraya berkata, “Biarkanlah kedua sahaya melakukan hal itu, wahai Abu Bakar.
Sesungguhnya hari ini adalah hari raya.”
Hadist-hadist yang berkaitan dengan di perbolehkannya Musik dan Lagu
sebenarnya cukup banyak. Kesemua riwayat itu menjelaskan, bahwa lagu dam musik
bukanlah dua hal yang dilarang dalam Islam, selama keduanya tidak mengandung
kemungkarang-kemungkaran amoral yang di tentang Islam.
Seni Tari
Mengenai
seni tari, Islam membedakan antara tarian lelaki dan tarian perempuan. Tarian
tradisional yang dimainkan oleh seorang atau sekelompok laki-laki, tidaklah
menjadi masalah. Nabi Muhammad Saw, sendiri memperkenankan istri beliau Aisyah
ra, menyaksikan tarian yang dibawakan oleh beberapa pria asal Habasyah
(Ethiopia) di hari raya. Demikian pula, tarian perempuan yang terbatas
disaksikan oleh kalangan perempuan, juga tidak menjadi masalah. Keberatan Islam
atas seni tari lebih di tunjukan pada tarian-tarian perempuan yang di
pertontonkan di hadapan laki-laki, karena akan mengakibatkan sejumlah dampak
negative yang tidak di inginkan. Adapu peran Seni, Islam sama sekali tidak
melarangnya selama mengindahkan prinsip-prinsip etika dan moral. Tentu tak
seorangpun dapat memungkiri pengaruh besar dari peran seni yang baik dan
bernilai tinggi dalam membantu mengatasi berbagai masalah sosial
kemasyarakatan. Oleh karenanya, Islam tidak melarang munculnya peran seni yang
mengandung unsur entertainment yang baik dan tidak keluar dari batas-batas
kepatuutan. Hal yang sama juga berlaku pada seni rupa dan fotografi karena besarnya peranan seni
yang disebut terakhir ini dalam kehidupan manusia modern.
0 Response to "Islam dan Seni"
Posting Komentar