Kasih sayang seorang ibu, tidak akan pernah
tergantikan demi kebahagian anaknya. Bahkan rela melakukan apapun untuk melihat
sibuah hatinya tersenyum. Sembilan bulan mengandung hari demi hari dilalui, sampai tiba dimana saatnya
sang ibu melawan kesakitan, nyawa dipertaruhkan demi melahirkan kita kedunia
ini. Merawat bahkan tanpa terlelap demi menjaga dari gigitan nyamuk.
Ibu Dewi seorang janda (30), mengenakan switer putih
sambil memeluk anaknya Romi Saputra (5), sedang tertidur manis mengenakan baju
oblong merah dilapisi baju Kodok jeans (baju jojon), terlihat begitu penuh
kasih sayang saat memeluk sang anak. Melihat ibu dewi begitu erat memeluk
anaknya, hati saya bergegas ingin mewawancari sang ibu.
Ibu satu anak ini, berasal dari desa Tungkop
Darussalam, Aceh besar. Bekerja sebagai clining service di salah satu
perkantoran swasta. Mengayuh sepeda dari rumahnya membawa sang anak pergi melihat acara ajang penobatan duta
wisata Indonesia, malam (17/11).
“Kenapa ibu sanggup pergi dari rumah kemari membawa
si adek malam-malam gini sambil mengayuh sepeda kan lumayan jauh buk.?” Tanya
saya kepada sang ibuk. Karena saya sangat menyayanginya, ayahnya sudah
tiada cuma dia harta satunya yang saya
miliki. Ingin suatu hari nanti dia bisa menjadi seperti mereka para finalis
duta wisata itu. Saya rela melakukan apapun demi Pendidikannya walau saya hanya
seorang clining service, dan memberikan kesenangan,kebahagiaan kepadanya,
walaupun saya harus mengeluarkan keringat mencari uang untuknya.” Jawab si ibuk
sambil mengeluarkan air mata.
Ingin saya melanjutkan pertanyaan, akan tetapi tidak
tahan melihat sang ibuk menangis
terharu, seperti sedang memendam suatu masalah besar. Hati saya berdetak kencang merasa bersalah setelah
mewawancarai ibu dewi,. Mungkin karena saya ibu dewi jadi teringat tentang masa
lalunya. Saya langsung meminta maaf dan memberikan sebuah coklat silverquen,
Buat apa ini dx? tanyak sang ibu sambil menghapuskan air matanya. Ini coklat
dari saya tolong ibu berikan ke siadek (Romy) ketika dia sudah terbangun nanti
bu. Jawab saya dengan rasa takut.
Akhirnya saya kembali meranjak ketempat duduk
semula, sambil merenungkan ternyata seperti inilah saya waktu kecil dulu,
betapa sayangnya orang tua kepada kita. Teringat pesan mamak ketika saya hendak
melangkahkan kaki meninggalkan rumah pergi berjihat menuntut ilmu ke kota
kutaradja, Banda Aceh. “ Nak itu kamu pergi kuliah jangan main-main ayah dan
mamak menantimu kembali dengan ijazah sarjana. Ayah disini banting tulang siang
malam mencari uang untukmu. Tanpa sadar saya meneteskan air mata, dan tersenyum
melihat sang ibu tadi.
(Syair
Aceh)
jioh-jioh
meuranto,ulon ku tinggai gampoeng
(jauh-jauh
pergi merantau, aku meninggalkan
kampong)
tinggai
ayah ngon poma bandum yang ulon sayang
(meninggalkan
ayah dan ibu semua yang aku sayang)
sideh-sideh
lon rasa tapi pakiban cara
(sedih
rasanya bagiku tapi bagaimana caranya)
ilme
wajeb tamita sampo ue nanggroe china
(ilmu
wajib dicari bahkan sampai ke negri china)
0 Response to "Kasih Sayang ibu"
Posting Komentar