“ Aturan dibuat untuk dilanggar”. Apakah slogan ini hanya lelucon atau serius, tapi nampaknya slogan itu begitu populer dan bahkan tak heran karena kepopuleranya, slogan ini menjadi realitas dalam kehidupan. Entah apakah ini sebuah kecerdasan dalam mengasumsikan sebuah peraturan sehingga menjadi anekdot yang menciderai makna sesungguhnya atau sebuah kepicikan pola pikir yang ahirnya menjadikan sebuah budaya.
Seharusnya aturan
dibuat untuk dipatuhi, karena memang aturan dibuat agar terjadi keteraturan.
Ketika aturan tersebut dilanggar, pasti ada konsekuensi logis yang terjadi.
Sebuah aturan lalu lintas saja yang sederhana, jikalau tidak dipatuhi maka akan
terjadi kemacetan dimana-mana, kecelakan lalu lintas dan kehingar-bingaran
dampak yang terjadi karena pelanggaran lalu lintas. Untuk masalah remeh seperti
ini pun begitu minimnya kesadaran untuk mematuhinya. Bagaimana jikalau
peraturan yang lebih penting itu ahirnya banyak yang terlanggar. Menyalakan
handphone di pesawat, menerobos lampu lalu lintas, tidak ber helm dalam
mengendarai kendaraan roda dua, merupakan sebuah pelanggaran yang acap kali
menjadi sebuah kebiasaan yang membiasa menjadi budaya tersendiri bagi kalangan
masyarakat.
Aturan yang seharusnya dibuat manakala manusia belum tahu
akan adanya sebuah aturan, ahirnya menjadi aturan yang tidak memiliki derajad
nilai sama sekali. Aturan yang seharusnya memiliki nilai moral menjadi
terdegredasi karena kebutaan dalam pemahaman, misalnya seperti beberapa kasus
berikut.
“SEHABIS BUANG AIR
HARAP DISIRAM…!!!!”, itu salah satu contoh kecil yang sering kita jumpai namun
apadaya, terkadang masih ada juga sebagian orang yang tidak memperdulikan
seperti yang telah tertulis. Bagaimana
budaya moral manusia jikalau peraturan tersebut terpampang di toilet-toliet
umum, Mall atau bahkan di perkantoran-perkantoran. Untuk sebuah aturan remeh
seperti itu pun masih harus di ingatkan. Bahkan sudah di ingatkankan pun, masih
banyak juga yang lupa akan kesadaranya. Harus kah sebuah peraturan itu di buat,
jikalau sebenarnya kita sudah tahu apa yang harus kita lakukan.
“BUANGLAH SAMPAH PADA
TEMPATNYA”. Contoh kecil lainnya juga seperti buanglah sampah pada tempatnya,
tapi apa yang terlihat masih banyak sampah yang bertaburan dijalanan, tanpa kita
sadari yang lebih anehnya lagi terkadang orang membuat sampah ditempat yang
tertulis “Dilarang buang Sampah di tempat ini”. Begitu banyak orang-orang yang
masih kurangnya kesadaran.
Dan yang sering kita
lihat seperti diperkantoran, mall,universitas,spbu dan tempat lain yang menulis
“NO SMOKING AREA” sudah jelas tertera bahwa dilarang merokok akan tetapi masih
banyak terlihat juga orang-orang yang
merokok di tempat-tempat tesebut. Seperti foto yang saya ambil beberapa hari
yang lalu salah seorang mahasiswa yang merokok di perkarang kampusnya, padahal
sudah terlihat jelas di sudut-sudut dinding kampus tertulis “Kawasan Tanpa
Rokok”

Yang sangat disayangkan lagi Hal ini juga terjadi
dikalangan pejabat-pejabat atau pemerintah. Seperti para koruptor, Istilah korupsi di Indonesia sepertinya
sudah bukan kata yang asing untuk di dengar, perilaku inilah salah satu yang
bisa disebut sudah menjadi kebudayaan dilingkungan pejabat Indonesia
. Pemerintah yang membuat peraturan seperti yang terlihat di media-media baik
televisi maupun media cetak “Stop Korupsi”. Malah mereka sendiri yang melanggar
peraturan tersebut tanpa rasa takut. Tak
heran lagi kalau aturan dibuat untuk dilanggar sudah menjadi budaya dikalangan
masyarakat indonesia, karena mereka yang membuat peraturan saja melanggarnya.
hahahah na lakee izinn bak yg merokok nyan?
BalasHapus