Puluhan mahiswa yang tergabung dalam Suara Independent
Mahasiswa Aceh (SIMA) UIN Ar-Raniry. Demo mendesak Wali Nanggroe Mahlik Mahmud,
untuk menjadi khatib shalat jum’at di masji raya Baiturrahman Banda Aceh. Mereka
meminta agar paduka yang mulia membuat jadwal untuk menjadi imam di setiap
Masjid dari 32 kabuten yang ada di aceh, bertujuan agar masyarakat aceh bisa merasakan
kehadiran nya. ungkap salah seorang pendemo kepada saya saat itu.
Seorang wali nanggroe seharusnya bisa menjadi panutan bagi kita
semua, ujarnya. Karena wali itu adalah orang tua kita semua, namun sampai saat
ini kita belum bisa merasakan kehadiran nya. kita belum pernah mendengarkan nya
membaca Al-quran, dan menjadi imam di majid.
Saat itu saya hanya bisa tersenyum melihat aksi mereka,
karena saya tidak sependapat dengan mereka, saya tak hiraukan soal apa yang di
kerjakan wali. Toh dia kan tidak mengganggu kita, buat apa kita open dia, kan
tidak ada untung nya juga kalau kita memikirkan nya. Kita ya urus urusan
sendiri, begitu juga dengan dia.
Terkadang saya berpikir, kenapa mereka harus ngurusin kerja
nya para pejabat-pejabat yang tidak ada untung nya bagi kita. mereka juga tidak
kenal siapa kita, ia juga tidak memberikan uang kepada kita, jadi ngapain kita
asik memperibut kan mereka yang tidak memikirkan kita, biarlah ia menikmati empuk
nya kursi panas itu.
Tetapi hari ini, rabu
17 september 2014. Saya baru bisa merasakan emosi seperti yang mereka rasakan selama
ini, amarah yang mereka perlihatkan selama ini itu benar dan sangat wajar.
Siang itu, saat saya sedang mewawancari Wakil Menteri Agama
RI Nasaruddin Umar, yang datang ke kampus biru UIN Ar-Raniry Banda Aceh untuk
meresmikan perubahan status dari IAIN menjadi UIN. Yang didampingi oleh Paduka
Yang Mulia Mahlik Mahmud, dan pada saat itu tangan saya tak sengeja menyentuhi
bahunya paduka yang mulai, akibat desakan para wartawan yang berkerumun mewawancari
Wamen. Tiba-tiba dua orang pengawal nya menegur saya, karena tangan saya
menyentuhi bahunya, namun saya tak menghiraukan, lalu ia pun kembali menegur
saya.
Rasa emosi itu pun muncul ketika dua pengawal nya menegur
saya, hanya bisa berbicara dalam hati, memangnya Wali Nanggroe manusia yang
tidak boleh di sentuh ya, apa karena mungkin ia memakai Jas yang harganya Mahal
? kok harus di jaga-jaga oleh dua pengawal nya yang berbadan agak sedikit lebih
besar dari saya.
Ternyata emosi yang selama ini teman-teman aktifis rasakan
itu benar, dan saya baru merasakan nya
itu sekarang. Sungguh Luar biasa Wali itu, mempunyai pengawal untuk bisa
menjaga nya dari sentuhan masyarakat
kecil seperti kita.
bereh go, bak na trom ujong lom :D
BalasHapusCuma di sedikit koreksi di aceh ada 23 Kabupaten/Kota. Bukan 32 kabupaten. Kayaknya kebalik dalam menulis :D
mantap kali udah, perlu bljar ni :')
BalasHapusLuar biasa kakak.
BalasHapus