Detik-detik menjelang pemelihan wakil rakyat, berbagai
carapun terjadi. Seperti di daerah saya Aceh. Semua caleg berlomba menarik
simpati mahasiswa/i dengan cara memberi tumpangan
gratis pulang kampung untuk nyoblos.
“Adik-adik mahasiswa/i semua, mari kita bersatu untuk
membangun aceh ini, kalau bukan kita siapa lagi. Jangan lupa besok ya pilih
abang partai **** dan nomor ****,” begitulah tutur caleg ini.
Berbagai macam cara memang dilakukan demi sebuah kursi panas
yang hangat dan empuk itu. Apakah segitu rendahnya harga diri manusia ini. Berlomba
mencari kekuasaan dengan cara menghalalkan segala cara???
Kebanyakan caleg hanya bisa membuat emosional kita meningkat
terkejut seakan tidak masuk akal, Seperti
kasus yang saya alami pada pagi itu.
Memulai pagi
dengan sapaan cahaya matahri yang begitu cerah membuat saya melangkahkan kaki
menuju sebuah warung kopi (warkop) yang tidak terlalu jauh dengan rumah.
Sangat lucu dan
ingin rasanya melepas kelucuan itu namun tidak mungkin, takutnya orang
disekeliling menganggap saya sudah gila.
Tapi itulah yang saya alami pagi ini.
Sambil meneguk
secangkir kopi , mendengar pembicaraan salah seorang ibu-ibu penjaga warung dengan salah seorang calon legeslatif (caleg)
“sensor”
“Hai pakon dron
ek caleg? Padahal ureung biasa Sikula Cuma tamat SMA. Jak kerja petani sama
lage lon. Peu carong kah? (hei kenapa kamu mencalonkan diri menjadi caleg?
Padahalkan Cuma orang biasa Sekolah saja Cuma tamat SMA. Kerja Cuma seorang
petani sama seperti saya. Apa bisa nya kamu? Sambil tersenyum. tanya sang ibu.
“Alah pat et
tapike carong peu hana. Meu wakil bupati tanyo mantong tamat SMA tukang
Seumeucop lom. Ka jeut keu wakil bupati Masak lon hana bisa???(alah ngapain
kita pikir bisa ngaknya. Wakil bupati kita saja Cuma tamat SMA, dan dulunya
Cuma tukang jahit. Masak bisa jadi wakil bupati dan saya tidak bisa. Jawab si caleg.
“Ma meunyo tapike
lagenyan, pajan ta preh maju gampong tanyo” (kalau begitu kapan majunya kampung
kita). Tanggap ibu ini sambil menambah senyumnya.
Mungkin ini
memang dialog biasa dan konyol namun
didalamnya kita dapat menilai
sendiri. Aneh memang dimanika politik ini, semua orang bahkan bisa terhipnotis
dengan kata-kata manis mereka. Banyak opini yang bermunculan, ada yang
mengatakan “saya golput aja,” “saya rusakin suara aja,” Itu benar memang. Melihat
kejadian dilapangan kutipan seperti itu wajar dan tidak salah. Mengingat dari mereka ada yang tidak tau calonnya siapa, dan mungkin mereka tidak mau
tertipu yang ke dua kalinya lagi.
Bagus contentnya, Bro.. Cuma belajar lagi cara menyusun kalimat yang enak dibaca. :D
BalasHapus